Friday 13 April 2018

Refleksi KRL Malam Ini

"Ya li, kalo misal nih kita hidup cari uang naik KRL tiap hari begini, kamu emang mau?"

Beneran saya bisa jawab itu 100000 kali dengan jawaban 'engga'.
Bukan berarti engga baik, ya cari rezeki itu kan salah satu bentuk ikhtiar kan? Ngga salah. 
Yang salah adalah kalau saya kehilangan esensi dari hidup. 
Panggil saya orang yang idealis kalo saya bilang uang bukan esensi dari hidup saya. I never dream to be the richest man on earth. For sure. 
Saya cuma mau, kalau finansial, ya yang penting cukup kalau lagi butuh, nggak kekurangan, dan bisa 'beribadah' bukan cuma yang wajib tapi juga ibadah sunah yang pake materi: misal ngediriin masjid, ngebiayain dakwah. 
Sepakat?

Mungkin karena saya masih 21 dan semua terlihat sangat indah jadi masih idealis. Tapi percayalah saya jadi sangat pragmatis kalau sudah down. Tanda-tandanya saya jadi sangat duniawi dan nggak jelas ke arah mana saya lari, apa yang saya kejar.

Kalau ditanya habis lulus mau kerja apa. Di otak saya yang paling dominan ya sekolah lagi jadi psikolog. Tapi ya hidup kan nggak semulus itu juga, selalu ada in between. 

Malam ini sepanjang di kereta, setelah berbulan bulan nggak ngomong hal hal serius tentang hidup, akhirnya diskusi lagi. Di KRL menuju Depok yang masih padat. 

Saya suka ngobrol sama orang yang visioner dan punya tujuan hidup bukan  cuma untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang banyak. Yang ngelihat uang sebagai tools bukan goals. 

Banyak ketampar tapi ya itu nggak salah. Cukup membuat saya bangun dan bilang sama diri sendiri,"ngapain aja lo selama ini li. Parah banget hidup lo belum ketata."

It is never too late to start again, isn't it?

Ya perjalanan pulang di KRL itu selalu punya cerita sendiri tiap hari. Malam ini saya bersyukur, menutup weekdays bukan dengan cerita jodooooooh dan wedding yang bisa bikin saya pusing. 
Walaupun malam ini saya jadi banyak mikir, tapi akhirnya bangun. 
Selamat pagi Uli. 



No comments: