Saturday 28 February 2015

Be Aware, Be Careful To Define L O V E

Love is the bounding of two or three or four or hundred millions. It's boundless. Jadi, kalau kalian mencintai sendiri, mungkin itu hanya ilusi. 
Mencintai sendiri. Saya tidak tahu pengganti kata lain dari mencintai sendiri. Bila saya tahu, mungkin sudah saya ganti karena itu terdengar miris. Saya mendefinisikan 'mencintai sendiri' dengan suatu keadaan di mana seseorang merasa memiliki frekuensi khusus pada orang lain, namun sayangnya frekuensi mereka tidak sama dan tidak pernah bertemu. Seperti cinta yang bertepuk sebelah tangan, hanya saja perbedaannya terletak pada keadaan di mana objek yang dicintai belum tentu mencintai orang lain atau sedang ada dalam kondisi tidak mencintai siapapun selain Tuhan dan mama papanya.


Mencintai sendiri, pernah? Kalau kita main jujur-jujuran yang jawabannya hanya akan di lontarkan dalam hati masing-masing, apakah akan lebih banyak jawaban 'ya'? Mungkin. Terlepas dari apa yang menjadi prinsip hidup setiap orang, sepengetahuan saya, love is not a sin, it's not a mistake. Keberagaman interpretasi  dari cinta yang mungkin memunculkan pro dan kontra, tapi sekali lagi love is not a mistake. Lalu apa yang menjadi masalah? Saya tidak akan membahas di sini.

Kembali lagi pada kondisi mencintai sendiri. Apakah sebenarnya mencintai sendiri memang ada? Bila saya menggunakan Signal Detection Theory yang ada di psikologi, maka saya akan jawab: ya, mencintai sendiri memang ada. Dalam teori tersebut ada empat kemungkinan yang terjadi ketika sesorang merasa menerima 'kode' dari orang lain, yaitu:

1. Hit: keadaan di mana Anda merasa dia memberikan kode dan ternyata memang benar, kode itu untuk Anda. Love is accepted. Misalnya, ketika ada lelaki yang melamar seorang wanita dan wanita itu bilang 'ya'.
2. Miss: keadaan di mana Anda diberikan kode oleh seseorang, namun Anda tidak peka. Pada akhirnya the code is only the code, it doesn't turn to love. Tapi tidak semua ketidakpekaan itu merupakan ketidakpekaan yang sesungguhnya, bisa jadi dia memang belum siap untuk peka terhadap hal bernama cinta :)
3. False Alarm: kalau ini merupakan bentuk dari mencintai sendiri. Ada dua hal yang menyebabkan: pertama, kamu yang terlalu berharap, atau yang kedua kamu yang terlalu sensitif dengan menganggap setiap keramahan yang dia berikan adalah cinta, padahal memang dia adalah orang yang ramah. She/he is kind to everyone, instead.
4. Correct Rejection: kondisi di mana tidak ada kode dan tidak ada kepekaan. No love at all. 


Jadi, masih yakin kalau mencintai sendiri itu benar adanya? Tunggu dulu. Taukah Anda bahwa teori itu hanya berlaku man to man. Satu orang ke satu orang lain. Nah, bisa jadi  Anda merasa bahwa he/she seems not interested with you, namun ada orang lain yang merasa intersted hanya saja Anda yang belum peka :) Be postive.  Namun, jangan juga terlalu peka dan sensitif pada setiap kebaikan dan keramahan yang dia berikan. Bisa jadi, dia memang orang yang melakukan hal baik ke semua orang :)


So, be aware and be careful to define love. It may be good and unintentionally bad. 

Read More

Friday 20 February 2015

Kalimat Yang Belum Saya Ucapkan Namun Ingin Diucapkan

Norma mengikat kita semua. Satu kalimat yang menjadi penjelas mengapa manusia yang ingin brutal membatasi dirinya. Bila diambil contoh tersederhana, maka norma juga membatasi manusia untuk berkata. Berkata dalam nyata atau hanya sekedar dalam media sosial. 

Pandangan manusia juga sama mengikatnya. Satu kalimat yang menimbulkan pertahanan diri yang kuat untuk mengerem yang ingin dikata. Takut di cap alay, norak, tidak gaul, begitu katanya. Sebegitu besar kah andil sebuah pandangan manusia?

Norma dan pandangan manusia kadang menjenuhkan. Secara sadar pun tidak sadar kita yang buat mereka ada, kita juga yang jengah dibuatnya. Kadang terlalu mengikat, kadang memang harus ada yang diikat. Katanya demi kemaslahatan umat, lalu saya mengamini.

Tapi di sini, saya mencoba melupakan dua hal itu karena saya ingin sekali mengatakan bahwasanya:

tidak setiap mendung akan turun hujan. memang benar. tapi kalau kamu lihat aku mendung, pasti akan ada hujan karena sesungguhnya tidak ada hati selebar langit yang kamu tuankan. 

jangan pernah membukakan pintu bila akhirnya kamu pun yang suruh aku keluar. jangan. lebih baik tutup saja rapat-rapat agar aku tahu kamu hanya mampu menerimaku sebagai pengetuk pintu bukan tamu.

yang terakhir, aku bukan Tuhan. jadi maafkan.




NB: Ketika saya menulis ini, saya berpikir bahwa penggunaan majas akan ditiadakan. Tapi kembali lagi, saya orang jawa yang tidak tega-an. 
Read More

Wednesday 18 February 2015

Salju Pertama #FF2IN1

"When will we meet our first snow?"

Malam ini cukup pekat atau mungkin malam-malam lain memang sepekat ini sebelumnya. Aku mengangkat cangkir yang berisi kopi hitam favoritku seolah membandingkan lebih pekat mana antara cairan ini dengan gelapnya langit. 

Kepekatan malam kemudian beralih dengan udara yang lebih menusuk tulang. Dua lapis jaket tebal masih tak kuasa menahan serangan dingin yang dikirim sang malam. Kemudian, aku memilih untuk bergerak. Aku ingat, dulu kamu pernah bilang bahwa bergerak akan menghangatkan dibanding secangkir kopi hingga wiski. 

Lalu aku bergerak mendekati jendela dan melihat keadaan luar. Langit masih sama gelapnya, namun tanah tak terlihat. Hanya ada tumpukan salju yang ku lihat semakin meninggi. 

Ah, salju ya. 
Aku lalu ingat kamu.
Dengan seberkas harapan, kamu pernah menanyakan padaku,"where will we meet our first snow?"
Lalu, dulu aku menjawab,"in the city of light, both of us will meet our first snow."

Percapakan kita memang doa. Kini, kita memandang salju yang sama. Walaupun bukan di kota penuh cahaya seperti yang aku duga, kita melihat salju yang sama. Walaupun aku dan kamu hanya melihat salju dari jendela, kita tetap melihat salju yang sama. Walaupun jendela kita berbeda dan saling bersebrangan, kita tetap lah melihat salju yang sama. Dari jendela ini aku bisa melihatmu di hunian sebrang sedang menatap salju yang sama denganku. Kamu melihat salju pertama kita dengan memeluk seorang wanita cantik yang  kamu sebut dia istrimu dan seorang bayi mungil yang kamu sebut dia anak pertamamu.

Malam ini, kita benar-benar melihat salju yang sama, sepeti doa yang kita amini dulu. Hanya saja ada kesalahan yang aku buat: ada yang kurang dalam doaku dan kamu mengamini. Bagaimana pun juga, salju malam ini adalah jawabam dari sebongkah pertanyaan yang telah membeku,"where will we meet our first snow?"


Is it our first snow? Yes, it is.


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dariTiket.com dan nulisbuku.com#TiketBaliGratis.

Read More