Aku tidak punya hak untuk berkata, bercakap, dan memaksamu. Tapi, aku pernah punya. Bukannya aku gagal dalam menata hati lagi, bukan. Bukannya aku ingin kembali, bukan. Aku hanya ingin kamu ada dalam hari ini. Setidaknya bertanya, walaupun kamu lupa. Aku tidak memaksamu untuk mengingat, aku juga tak memaksamu untuk hinggap kembali. Aku tidak punya hak atas itu. Tapi, bisakah? Sebelum kamu bertambah jauh dari mata. Entah apa yang meyakinkanku, tapi aku yakin kamu tahu, kamu ingat dan mungkin kamu menyembunyikannya dan semoga saja tidak, masih lah tersisa 23 jam untuk hari ini. Aku ingin ini.
Read More
Wednesday, 31 October 2012
Thank Giving
Terimakasih ya Allah, terimakasih atas nyawa sepanjang 16 tahun ini dan insyAllah lebih. Terimakasih atas segala kenikmatan-Mu, perlindungan-Mu, dan semua yang Kau berikan. Terimakasih atas pagi, siang, sore, dan malam, terimakasih atas hujan ataupun teduh. Terimakasih ya Allah.
Sunday, 28 October 2012
Rumus Penyelesaian Masalah
Masalah. Satu kata bermiliar makna bagi siapapun yang pernah tinggal di dunia ini. Tidak hanya banyak makna, namun juga banyak rasa dan banyak cara untuk menghilangkannya. Mungkin karena 'terlalu banyak' itu yang membuat orang-orang berusaha untuk menjauhinya, memberi jarak, dan memohon pada Yang Kuasa untuk tidak dijodohkan dengan hal tersebut.
Ketika masalah datang, banyak manusia yang berharap untuk menghilang dan ketika masalah tersebut bertambah berat dan berat ingin rasanya berkubur diri hingga masalah itu peri sendiri. Tapi sadarkah? Masalah tidak bisa pergi dengan sendirinya, masalah butuh 'taksi' untuk mengantarnya pergi dari kehidupan, dan masalah butuh penyelesaian. Dan penyelesaian butuh proses. Dan proses butuh waktu juga faktor X untuk berhasil meyelesaikan masalah tersebut. Jadi ini rumusnya:
Penyelesaian Masalah = Waktu + Usaha + Faktor X - Mengeluh
Apakah faktor X itu? tunggu artikel berikutnya.
Read More
Ketika masalah datang, banyak manusia yang berharap untuk menghilang dan ketika masalah tersebut bertambah berat dan berat ingin rasanya berkubur diri hingga masalah itu peri sendiri. Tapi sadarkah? Masalah tidak bisa pergi dengan sendirinya, masalah butuh 'taksi' untuk mengantarnya pergi dari kehidupan, dan masalah butuh penyelesaian. Dan penyelesaian butuh proses. Dan proses butuh waktu juga faktor X untuk berhasil meyelesaikan masalah tersebut. Jadi ini rumusnya:
Penyelesaian Masalah = Waktu + Usaha + Faktor X - Mengeluh
Apakah faktor X itu? tunggu artikel berikutnya.
Saturday, 27 October 2012
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
(Sapardi Djoko Damono)
They that have power to hurt and will do none
They that have power to hurt and will do none That do not do the thing they most do show, Who, moving others, are themselves as stone, Unmoved, cold, and to temptation slow; They rightly do inherit heaven’s graces And husband nature’s riches from expense; They are the lords and owners of their faces, Others but stewards of their excellence. The summer’s flower is to the summer sweet, Though to itself it only live and die, But if that flower with base infection meet, The basest weed outbraves his dignity: For sweetest things turn sourest by their deeds;
Lilies that fester smell far worse than weeds.
(William Shakespeare)
Thursday, 25 October 2012
things
Well, I don't know what thing I must write down here. But actually, few days ago, I had a lot of inspiration but not now. So now, I'll talk about a random things which I like.
Some people and maybe all of people have their own things that they like, right? And that's included me. I have a lot but I can't manage it well. I like reading, writing, listening to the music but not playing, getting a part in a play, debating, and stuff. But unfortunately, I feel not so confident with some of that stuffs and the most is debating. I feel so stupid when I'm on it, I don't get my soul with it, but I realize that I like it, I like debating, whether I'm not a good debater yet.
When I'm on a battle, before my turn I have my confident, I write the main points for rebuttal, I arrange the arguments with full of 'like' things, but all that things will be disappeared when I get my stage. Every single rebuttal that I have been arranged are not talked clearly in my turn. I feel like I just repeating all stuff I say before, I feel like I can't control my self and I feel like I can't understand what I write down, so that I say randomly.
Honestly, I really want to repair all those things of mine, I want to be a good debater instead, I want to do my turn as perfect as I act in a play. I want it! I want to bring cup for my shs. I want it, not wish it btw.
Well, I realize something here. There will be nothing if we want something without work for it. So, I must work out my ability to make it be true. Actually I am doing it, I'm in a process of changing, and hoping Allah bless my way.
And for all people who think that debate is easy, debate doesn't need hard thoughts and debate is something you can learn for a while than you become a master of it. No! Big NO! What you think is not what happen in reality if you think debate with that thoughts. Debate is not as simple as like that, dude. When you think debate is only talking without thinking, you probably don't know yet and never talk about politic and stuff without knowing the status quo in front of people.
Read More
Some people and maybe all of people have their own things that they like, right? And that's included me. I have a lot but I can't manage it well. I like reading, writing, listening to the music but not playing, getting a part in a play, debating, and stuff. But unfortunately, I feel not so confident with some of that stuffs and the most is debating. I feel so stupid when I'm on it, I don't get my soul with it, but I realize that I like it, I like debating, whether I'm not a good debater yet.
When I'm on a battle, before my turn I have my confident, I write the main points for rebuttal, I arrange the arguments with full of 'like' things, but all that things will be disappeared when I get my stage. Every single rebuttal that I have been arranged are not talked clearly in my turn. I feel like I just repeating all stuff I say before, I feel like I can't control my self and I feel like I can't understand what I write down, so that I say randomly.
Honestly, I really want to repair all those things of mine, I want to be a good debater instead, I want to do my turn as perfect as I act in a play. I want it! I want to bring cup for my shs. I want it, not wish it btw.
Well, I realize something here. There will be nothing if we want something without work for it. So, I must work out my ability to make it be true. Actually I am doing it, I'm in a process of changing, and hoping Allah bless my way.
And for all people who think that debate is easy, debate doesn't need hard thoughts and debate is something you can learn for a while than you become a master of it. No! Big NO! What you think is not what happen in reality if you think debate with that thoughts. Debate is not as simple as like that, dude. When you think debate is only talking without thinking, you probably don't know yet and never talk about politic and stuff without knowing the status quo in front of people.
Wednesday, 17 October 2012
WOMEN
Strong Princess is a sign for women and girls. It is a sign of a strength. The strength to say no, the strength to keep our secret, the strength not to cry out, the strength to hold each other.
Women are not weak at all, even they are under controlled by men. Women are not the easy crying things, they just have the strong feelings and instincts to feel. Women are not spies, they just check whether or not their loves stay in the right ways and not leave them for another. And the most important thing is, if women are smiling, it can't ensure everything's all right. They give CODE.
Read More
Women are not weak at all, even they are under controlled by men. Women are not the easy crying things, they just have the strong feelings and instincts to feel. Women are not spies, they just check whether or not their loves stay in the right ways and not leave them for another. And the most important thing is, if women are smiling, it can't ensure everything's all right. They give CODE.
the pict comes from here |
Sunday, 14 October 2012
Tandus
Terusan ini menyambung yang dulu
dengan yang baru yang harus terjadi
Tapi bolehkah terusan kekeringan dan tandus?
Tanpa air, hanya tanah pecah-pecah
Tapi bolehkah sekali saja terusan ini mengantar ke belakang?
Hanya sebentar
dan hanya untuk mengingat
karunia-Nya tentang sebuah rasa
yang kini entah ke mana
Bukan dan tak maksud bila rasa ingin kembali
bukan
Hanya melirik sebentar lalu pergi lagi
Hanya menarik napas
dan mengerti apa yang harus teratasi
pula mengerti apa yang harus diperbaiki
agar bisa kembali
ah, bukan itu
Tapi memang berbeda pada malam
ketika melihat saja
dan melihat nyata
berubah pada porsi yang berbeda
dan yang tak kenal siapa
Dia ada namun berbeda
dan seharusnya memang begitu, karena terusan
tak pernah kering dan tandus
Friday, 12 October 2012
Senja
Karena ketika gadis itu lelah pada senja, pernah ada sosok yang menunggunya di sana
Karena ketika gadis itu terlalu larut untuk mengayuh, selalu ada sosok yang bertanya
Karena ketika gadis itu jenuh, selalu ada sosok yang sama walau hanya diam
Karena ketika gadis itu menangis dalam keramaian, sosok itu ada di sampingnya
Karena ketika gadis itu menunggu, sosok itu tak muncul
Karena ketika gadis itu tak harap, sosok itu datang
Dan senja ini, dia muncul kembali
dan bertanya kemudian sampaikan penutup jumpa
Taukah? Gadis itu tersenyum membelakanginya
Suasana Jogja
Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali) Oh…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati) Oh… Tak terobati
Musisi jalanan mulai beraksi, oh…
Merintih sendiri, di tengah deru, hey…
Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
(untuk s’lalu pulang lagi)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh…
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali)
Tak kembali…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati
Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi, abadi…
"Rindu setangkup kebahagiaan di Jogja dan rindu tawa yang pernah ada di Jogja"
Thursday, 11 October 2012
Sepasang Manusia
Sepasang manusia bersandar pada gelisah, dan
sedikit tawa
Sepasang manusia berbicara tentang apa yang
disebut cinta
Sepasang manusia berselimut matahari pada
terbitnya
dan sepasang manusia sampaikan salam pembuka
Mencoba sampaikan sebuah
tapi satu berkata juga
tapi satu ingin berkata namun
tertunda
Wednesday, 10 October 2012
Kebenaran Setengah Palsu
Nada pilu mengantarnya pergi
Mungkin saja tak kembali dan berharap adalah haram
Tapi hati siapa tahu
karena bukan lah mata angin yang dapat ditentukan arahnya
Tapi hati siapa tahu
karena bukan manusia yang dapat terbaca secara mudah
Tapi hati siapa tahu,
karena bukan kamu
Selama mungkin dunia ini terlalu sempit untuk bertemu
dan terlalu sempit untuk berjalan di hadapanmu
dan terlalu sempit untuk tidak lihatmu
dan terlalu sempit untuk memberikan kejauhan padamu
dan terlalu sempit untuk tak ingat padamu
Selama itu pula,
akan ada satu yang sukar untuk
bergerak dan berjalan ke depan
Selama itu pula,
akan ada satu yang menjadi
api
dalam air
Selama itu pula,
kamu tak akan mengerti
tentang apa yang terjadi
di belakang
Bila benar kebohongan dapat terbaca dari air muka
harusnya kamu tahu dari dulu
harusnya kamu tahu sekarang
harusnya kamu tahu tadi
harusnya kamu tahu
aku
Benar aku yang palingkan muka lebih dahulu
tapi tak benar bila semua berpaling darimu
Bukan Diam
Diam lagi tak cukup untuk bilang ‘ya’ dan ‘maaf’. Tapi kali ini cukup,
tanpa sepatah pun ‘ya’ dan atau ‘maaf’. Membaca tanpa bukti dalam diam.
Mengerti tanpa arti dalam diam .
Menimbun tanpa peti dalam diam. Diam-diam membaca, mengerti, menimbun. Selamat
pagi, itukah kamu? Sayangnya bukan aku paranormal yang bisa tahu, menegerti,
paham pikirmu. Bila kah diam tetap jadi maumu, izinkan diam berganti, berlalu,
dan pulang. Agar kamu tak mau mau diam. Bila masih mau kamu diam, bisakah a-k-u
jadi diam? Diam yang jadi maumu bukan diam-diam yang lain. Aku takut mengulang
dan dipergikan saat jadi diam. Aku tak takut bila diammu, diamku hanya diam.
Aku tak mau bila aku adalah diam dan kamu berganti jadi bising, karena bising
bukan diam, ataupun menjadi maumu yang bukan diam. Apapun ketidakpastian itu,
bisakah diam pergi? Hanya sejenak, aku janji. Tolong tunda diam yang maumu, aku
ingin katakana sesuatu…. “kala nanti, kapanpun bisa diammu berganti dan
mengerti ini, tolong katakan pada amplop dan pena bahwa diammu mengerti”…Karena
aku bukan diam.
Tuesday, 2 October 2012
Membaca Lewat Senja
"Suratku itu lukisan luka di hati, jangan kau hempas, meski tak ingin kau sentuh. Ku...."
Ku matikan radio. Di luar gerimis dan mendung, pertanda bahwa harusnya aku tak pergi. Tapi aku sudah terlanjur terbelit janji, tidak baik juga melakukan penundaan terlalu lama hanya karena gerimis. Aku bergegas ke luar rumah tanpa payung. Jalanan sepi, mungkin karena mendung dan dingin. Sejauh ini aku sangat menyukai jalan yang sepi, tidak ada asap dan itu bagus. Apalagi bila hujan telah mengguyur, aroma air hujan sangat menyegarkan.
Ku tapaki trotoar dengan langkah panjang, aku tidak mau terlambat tapi aku juga tak mau terburu-buru, takut bila amplop ini jatuh lalu basah. Maka dari itu ku panjangkan langkahku, teripikir itu lebih efektif untuk dilakukan dan aman untuk amplopku. Gerimis perlahan berubah menjadi hujan, terpikir untuk kembali ke rumah agar dapat berteduh, namun sudah terlalu jauh melangkah. Pandanganku tertuju pada sebuah halte bus, aku berlari sambil memeluk amplopku.
Hanya sendiri duduk di halte bus, seperti orang ling lung yang pikun tentang alamat rumah. Bolak-balik ku lihat jarum jam tanganku bergerak, sudah cukup lama ternyata, dan hujan belum reda. Harapanku agar hujan reda tetap menggebu, tapi tertelan habis oleh kondisi yang ada. Ku keluarkan ponsel dari saku jaketku, sudah ada satu pesan darinya.
"Sudah datang?"
Kutekan tombol pada ponselku, kemudian membentuk sebuah kalimat .
"Maaf, aku sedikit terlambat, hujan deras, sekarang aku sedang berteduh di halte."
Dia menjawab dengan sangat singkat. "Yasudah, berteduh saja."
Aku membaca kalimat singkat itu dengan rasa kesal. Apakah dia sudah gila membiarkanku menunggu hujan reda di halte berjam-jam begini? Sama sekali tidak peduli. Aku tak balas pesan terakhirnya itu karena bila aku membalasnya dia pasti akan membalas dengan pesan yang lebih singkat. Lagi-lagi kulirik jarum pada jam tanganku, sudah lama sekali aku berada di halte ini. Ku periksa amplop yang dari tadi ku jaga. Masih baik luarnya, dan aku tak mungkin periksa bagian dalamnya karena sudah tertempel dengan kuat.
Ponselku getar, ada pesan darinya. "Memangnya kau mau apa bertemu denganku di lapangan?"
Aku menjawabnya dalam pesan sangat pendek. "Penting sekali."
Dia menjawab pesanku. "Sepenting apa dengan kelulusanku besok?"
Aku diam. Tidak tahu harus membalas apa, kata-katanya terhujam terlalu dalam. Ku masukkan kembali ponselku dalam saku, ku lirik amplop dan aku berdiri, lalu pergi. Amplop yang ku jaga sedari tadi kutinggalkan di tempat duduk halte. Aku menyesal tadi tak pulang saja.
Hujan yang deras melunturkan tekadku yang awal, yang kuat. Pesan itu membuyarkan tujuanku datang menemuinya, dan pesan itu juga yang membuatku menembus hujan sederas ini dan meninggalkan amplop itu di halte tadi. Suhu udara entah mencapai berapa derajat, tapi aku merasa sangat dingin. Tidak ada kendaraan umum yang lewat, jalanan sepi. Ini berarti aku harus pulang dengan berjalan kaki. Yasudah. Semoga tak ada apapun yang membahayakan.
Ku biarkan kakiku melangkah entah sampai mana, biar mengalir bersama firasatku saja. Biar juga mengalir dengan imajinasiku yang membuatku mendengar namaku disebut. Biar saja kakiku mengikutinya. Lama kelamaan suara imajiner yang memanggil namaku bertambah keras dan semakin keras dan mungkin aku terlalu linglung hingga mengimajinasikannya. Tapi suara itu seperti nyata dan seseorang menepukku dari belakang. Aku berbalik dan,"Ka..."
**to be continued**
OKTOBER KALA HUJAN
Gemericik hujan malam itu tak surut menepikan gundah akhir
September
Membuainya dalam suara gemericik dan menyelimutinya dengan
hujan
Takut kalau-kalau ada hujan lain yang datang, yang lebih
hangat
dari bola mata
Gundah padanya sebab sebuah batasan firasat
Firasat bahwa angin tak bawanya kembali pada yang gundah
Hujan tak henti dalam akhir September sebelum dia tutup
mata, tutup firasat
Ke mana air mengalir, ke mana firasat terbang
Sadarlah tentang fatamorgana kapan bisa jadi nyata?
Kini Oktober
Kadang panas kadang dingin, kadang datang kadang pergi
Firasat lagi datang, gundah datang, tapi objek tak datang
Kerap kali mengetuk namun menghilang, mengintip tak berani
melihat
Oktober tanpa hujan bukan pertanda baik tapi tak buruk
Padanya biarlah semua berlalu hingga Oktober hampir habis,
cukup
Setelah itu haruslah firasat, gundah, dan lain hilang
Biar Oktober menyapu memoar lewat hujan dan tak perlu hujan
lain
Ketika Oktober dalam hujan semoga di akhir
Agar beritahunya
tentang pertambahan pada Oktober
Membeda
Bila benar berbeda adalah baik, tapi mengapa masih saja sesuatu berbeda pasti asing? Bila benar kapur pink di antara biru adalah baik, mengapa coklat di antara putih tak tampak seperti sebuah kebaikan. Sebenarnya apa yang diminta oleh kata berbeda? Ataukah memang hanya paradigma orang yang kurang memerhatikan rasa yang mengutarakan bahwa berbeda adalah beda, sejenis asing dan menjurus ke tidak penting, seperti itukah? Bila memang begitu adanya, butuhlah sesuatu yang dapat mengubahnya. Tapi tetap saja, yang namanya mengubah tak semudah merusaknya, ah bukan tak semudah menerimanya. Mengubah paradigma manusia sejenis penggemar Einsten tidak akan semudah mengubah paradigma penggemar sebuah klub sepakbola. Keras. Ketika apa yang jadi pendiriannya teguh, sudahlah lebih baik pergi dan cari orang lain untuk dipercayakan. Namun tentang ini, tentang perbedaan, bukan lagi masalah keras atau tidaknya sebuah objek, tapi tentang hati! Sekeras apapun manusia pasti dan yakinlah ada hati yang masih berfungsi walau hanya sekelumit. Penghancuran harga diri di depan masal oleh oknum yang benci perbedaan hanya karena sang subjek adalah berbeda adalah menyakitkan dan itulah sejenis penggenar Einstein walau tidak semua. Entah berapa IQ yang mereka punya tapi entah berapa hati yang mereka gunakan untuk bertindak, mungkin tidak sepadan dan jelaslah mereka.
Baginya mungkin tidak penting memikirkan siapapun yang
berbeda, pikir hanya berbeda dan tidak berguna. Tapi bagaimana bila adalah
seorang makhluk bumi yang berakal ditakdirkan berbeda bukan membeda? Bagaimana
bila ia tak ingin menjadi beda tapi takdir tak berbanding lurus dengan yang ia
inginkan? Bagaimana bila ia menyebutnya dengan sebuah kelemahan? Padahal toh
takdir. Itukah mesih ingin dikata berbeda tak berguna? Ketika perbedaan disebut
sebagai kelemahan oleh seorang makhluk keturunan adah ataupun hawa, maka
matilah semua itu baru sama. Kau pikir hidup selalu pertimbangkan kata korsa
ya, padahal ada hal yang harus membeda dan tercipta berbeda. Mau salahkan yang
punya perbedaan? Hadapi Tuhannya! Apa yang disebut lemah bukan berbeda. Ketika
sebuah krayon kuning menelantarkan diri di antara sekin penuh krayon berwarna
hijau itu bukan kelemahan. Ketika seorang yang gendut berdiri di antara manusia
langsing yang penuh pada cover-cover majalah itu bukan kelemahan. Ketika
manusia berkulit sawo matang berkaca di antara sekian ratus yang berwarna putih
pucat itu bukan juga kelemahan. Itu adalah harmoni. Ingin tahu apa yang
dimaksud kelemahan? Lanjutkanlah!
Bila semua krayon berwarna emas, siapa yang akan memberi
warna pada langit? Bila semua manusia berkulit sesama putih, akan banyak
perusahaan yang tutup usaha. Bila semua wanita adalah langsing, lalu siapa yang
akan membeli baju berukuran XXL? Bila semua pejabat harus menggunakan kemeja
berdasi berjas dan sangat formala dari luar, lalu siapakah yang akan menjadi
pemakai baju kotak-kotak? Bila dunia butuh yang sama, untuk apa Tuhan menciptakan
perbedaan? Hanya karena takut dijatuhkan ataupun dicemooh oleh makhluk apatis
bukanlah sebuah alasan untuk takut menjadi berbeda atau menerima perbedaan itu.
Dunia ini tidak butuh sesuatu yang biasa, yang berbeda. Biar sistem bereaksi
dengan apapun dan lingkungan ambil pusing biarkan! Biar makhluk lain mengulas
kata berbeda yang mereka tak punya, biar saja, mereka bukan lah Tuhan yang
dapat mengubah hidup. Mereka hanya paku yang seharusnya disingkirkan bila ingin
berjalan dengan selamat. Terimalah perbedaan dan katakan pada para ‘paku
berkarat’,” I’m different, what’s wrong?”
Subscribe to:
Posts (Atom)